Di Lembata, Ada 177 Anak Dibawah Umur Hamil
Kekerasan Perempuan Dan Anak

By Admin HJ 22 Jan 2020, 20:11:49 WIB Gaya Hidup
Di Lembata, Ada 177 Anak Dibawah Umur Hamil

Keterangan Gambar : Maria Loka, Aktivis Permata Lembata


 Data yang dirilis Dinas Kesehatan kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, cukup mencengangkan. Pada 2019, terdapat 177 kehamilam anak bawah di bawah umur. Angka tersebut dinilai terus meningkat seiring meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak di bawah usia 20 tahun.  

Di sisi Lain, pemerintah Kabupaten Lembata telah membekukan personel yang aktif dalam lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam kebijakan merumahkan ribuan KSO pada 2018 silam. Padahal pada saat itu, banyak kasus kekerasan perempuan dan anak yang sedang ditangani Lembaga itu.  

Baca Lainnya :

Kini urusan pendampingan anak dan perempuan di tangani Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak serta Pediatri Sosial (Pedsos) yang berada di bawah kendali Dinas Sosial.  

Aktivis LSM Perlindungan Perempuan Dan Anak (Permata) Lembata, Maria Loka, kepada HJ, Selasa (22/1/2020) menjelaskan, angka kehamilan anak di bawah umur itu yang sempat terdata, namun di luar data Dinas Kesehatan, masih banyak kasus kehamilan anak dibawah umur.  

“kondisi kita sedang tidak ramah perempuan dan anak dalam banyak kebijakan. Contohnya, pada saat pemerintah menggelar festival tiga gunung, banyak anak diharuskan berlatih hingga malam hari, kemudian banyak anak-anak juga dibiarkan tidur bersama dalam satu ruangan yang sama. Situasi ini menjadi salah satu factor memicu kehamilan anak di bawah umur dan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujar Maria Loka. 

Dari kondisi ini, mantan P2TP2A itu mendukung agar pemerintah Kabupaten Lembata segera membentuk UPT penanganan Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan.  

“memang kita butuhkan sebuah unit penanganan terpadu seperti Satgas Perlindungan Anak Dan Perempuan yang pernah ada tahun 2017 silam. UPT itu terdiri dari kepolsian, Dinas Sosial, tenaga kesehatan, tokoh agama, tokoh adat,serta instansi teknis lain,” ujar Maria Loka.  

Menurutnya, pemerintah masih apatis dalam urusan penanganan Masalah perempuan dan anak. Kalaupun ada keterlibatan pemerintah, itu hanya keterlibatan orang per orang. Dinas Sosial ada Pedsos dari pusat, tapi hadir saat pendampingan BAP sampai sidang, tetapi pendampingan untuk melihat korban itu seperti apa, tidak pernah.  

“Jadi pemerintah kita sangat lemah, sementara kita di Lembata, korban kekerasan anak dan perempuan sangat banyak. Penanganan pendampingan pada saat terjadi kasus menjadi urusan yang sangat rumit karena pemerintah tidak punya dana untuk menangani korban kekerasan,” ujar Maria Loka. 

Maria Loka berharap, Pemerintah segera membangun sebuah rumah aman bagi penangana korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Lembata, disamping pembentukan UPT Perempuan dan anak. (HJ).





Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda